RASULULLAH BERDAKWAH SECARA RAHASIA (Sirriyatud Dakwah)


RASULULLAH BERDAKWAH SECARA RAHASIA (Sirriyatud Dakwah)




rasulullah berdakwah secara rahasia (sirriyatud dakwah)Tidak terdapat sedikitpun dalil bagi Khadijah guna tidak meyakini apa yang dikisahkan lelaki yang sudah menemaninya dalam suka dan duka sekitar 15 tahun pernikahan itu. Muhammad tidak pernah sekalipun berdusta dan ia pun tidak gila. Bahkan dengan ucapan-ucapan lembut tetapi tegas ia membalas bahwa tidak barangkali apa yang disaksikan suaminya tersebut setan ataupun jin sebab Muhammad ialah orang yang mempunyai sifat dan akhlak terpuji. Jawaban yang begitu meyakinkan ini pasti saja menciptakan Muhammad yang tadinya cemas bahwa ia sudah diganggu jin jahat menjadi tenang kembali.

Itu sebabnya Muhammad tidak menolak anjuran Khadijah untuk mendatangi Waraqah bin Naufal demi menanyakan apa yang sebetulnya terjadi. Waraqah ialah sepupu Khadijah yang dikenal alim. Ia ialah pendeta Nasrani yang menguasai kitabnya dengan paling baik. Ialah yang lantas menerangkan bahwa  kitabnya mengisahkan apa yang dirasakan para nabi semenjak dahulu. Menurutnya sosok raksasa yang mengunjungi Muhammad dari balik langit itu ialah malaikat Jibril yang biasa mengucapkan wahyu dari Tuhannya. Ia bahkan bersumpah bila Muhammad memang ialah nabi, cocok dengan apa yang sudah diramalkan Injil, buku sucinya, ia bakal menjadi orang yang kesatu membaiatnya.


Namun sejumlah bulan sesudah kejadian di jabal Nur tersebut Muhammad tidak pernah lagi ditemui sosok mempunyai nama Jibril tersebut lagi. Muhammad sempat kecewa dan merasa bahwa  ia sudah ditinggalkan Tuhannya. Tampaknya Allah sedang menguji kesabaran calon utusan-Nya ini.


Hingga pada sebuah saat, Muhammad kembali menyaksikan sosok itu berada salah satu langit dan bumi seraya berbicara :  


”Wahai Muhammad, kamu ialah utusan Allah untuk manusia”. Muhammad paling terkejut dan lari ketakutan. Ia segera kembali dan meminta istrinya menyelimuti dirinya. Namun kali ini mahluk asing itu terus mengejarnya dan berbicara :


”Hai orang yang berkemul (berselimut) bangunlah, kemudian berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan tindakan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah dan janganlah anda memberi (dengan maksud) mendapat  (balasan) yang lebih banyak. Dan guna (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”. (QS.Al-Mudatsir(74):1-7).


Sejak  itulah Muhammad menyadari bahwa dirinya ialah utusan Allah. Dan melewati perantaraan Malaikat Jibril, beliau menerima perintah, larangan dan tugas dari Allah swt, Sang Pencipa Yang Maha Esa. Itulah kelompok wahyu, Al-Quranul Karim, yang diterimanya sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari sampai ajal menjemputnya di usianya yang ke 63 tahun.


“Demi bintang saat terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru dan tiadalah yang diucapkannya tersebut (Al Qur’an) menurut keinginan hawa nafsunya.


”Ucapannya tersebut tiada beda hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang paling kuat, yang memiliki akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia sedang di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu meningkat dekat lagi maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan untuk hamba-Nya (Muhammad) apa yang sudah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang sudah dilihatnya.  Maka apakah anda (musyrikin Mekah) berkeinginan membantahnya mengenai apa yang sudah dilihatnya? ” (QS.An-Najm(53):1-12).


Ayat-ayat Al-Quran diturunkan secara berangsur dan bertahap. Kadang turun saat terjadi persoalan dimana Rasulullah tidak atau belum memahami jawabnya namun lebih tidak jarang lagi turun begitu saja. Dengan teknik ini tidak sedikit hikmah yang dapat diambil diantaranya yakni lebih mudah mengetahui dan menghafalkannya.


“Dan Al Qur’an tersebut telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur supaya kamu membacakannya perlahan-lahan untuk manusia dan Kami menurunkannya unsur demi bagian”. (QS.Al-Isra’(17):106).


Di lantas hari para berpengalaman tafsir membagi ayat-ayat itu menurut lokasi  turunnya. Yang turun sebelum hijrah ( dari Mekah ke Madinah ) dinamakan Ayat Makkiyah. Ayat-ayat ini turun sekitar 12 tahun lebih. Sedangkan yang turun setelah hijrah disebut Ayat Madanniyah. Ayat-ayat ini turun sekitar 10 tahun. Pada lazimnya ciri kedua jenis ayat-ayat tersebut bertolak belakang  baik topik dan isinya  maupun gaya bahasanya. Ayat Makkiyah seringkali berisi mengenai tauhid serta adanya surga dan neraka. Sementara Ayat Madaniyah lebih tidak sedikit membicarakan masalah hukum.


Perlu diketahui, ayat-ayat Al-Quran datang tidak  dengan urutan sebagaimana buku Al-Quran yang kini ini berada ditangan umat Islam di semua dunia. Sebagian ayat turun menurut keperluan dan sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang di sekeliling Rasulullah saw.  Rasulullah dengan tuntunan malaikat Jibrillah yang memberitahukan untuk para kawan urutan ayat dan surat sampai seperti kini ini. Urutan ini cocok dengan  apa yang disebut kitab yang tersimpan di Lauh Mahfuz.


Ad-Dhahak, Mujahid, Ikrimah, As-Sidi dan Abu Hazrah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra : ”Al-Quran diturunkan secara keseluruhan dari segi Allah, dari Lauh  Mahfuz, melewati duta-duta malaikat  pengarang wahyu, ke langit dunia, lalu semua malaikat itu menyampaikannya untuk Jibril secara berangsur-angsur sekitar 20 malam dan selanjutnya diturunkan pula oleh Jibril as untuk Rasulullah saw  secara berangsur-angsur  sekitar 23 tahun”.


Masalah mengenai Tauhid atau ke-Esa-an Allah azza wa jalla yang diturunkan di Mekah pada masa mula le-Islam-an ialah masalah yang sangat mendasar. Ini ialah ajaran yang sama semenjak nabi Adam as sampai Rasulullah saw. Masyarakat Mekah yang banyak sekali musyrik ( menduakan atau lebih Allah) ialah tantangan besar untuk Muhammad saw,  Rasul terakhir yang baru saja ditunjuk ini.


“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah ialah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak terdapat seorangpun yang setara dengan Dia”. (QS.Al-Ikhlas(112):1-4).


Orang yang kesatu mengakui kerasulan ini mudah diprediksi yaitu Khadijah ra dan  ponakannya yang memang bermukim satu lokasi tinggal dengan Rasulullah yakni Ali bin Abu Thalib. Ketika tersebut Ali baru berusia 10 tahun. Kemudian disusul oleh orang-orang dekatnya laksana karibnya semenjak kanak-kanak yakni Abu Bakar; bekas budaknya yang diperlakukan laksana anak sendiri, Zaid bin Haritsah  dan Ummu Aiman, pengasuhnya saat kecil.


Rasulullah mengawali dakwah di lingkungan keluarganya sendiri dan secara sembunyi-sembunyi pula. Kedua paman Rasulullah yakni Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib mendekap Islam pada era tersebut. Setelah family dekat yang lantas tertarik mengikuti doktrin baru ini  ialah orang-orang dari kelompok lemah, fakir dan kaum budak.


Selanjutnya Abu Bakar sukses mengajak sejumlah teman dekatnya laksana Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abbi Waqqas dan Thalhah bin Ubaidillah. Aisyah, putri Abu Bakar menyusul tak berapa lama lantas sebagai orang yang ke 21 atau 22 pemeluk Islam.


Ketika Rasulullah merasa bahwa rumahnya tidak lagi lumayan untuk menampung semua sahabat maka Rasulullahpun menyimpulkan untuk memakai rumah kepunyaan Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Madrasah kesatu ini terletak tersembunyi di bukit Shafa. Ditempat berikut Rasulllah secara sembunyi-sembunyi menerangkan, mengajarkan dan mempraktekkan ayat-ayat yang diturunkan untuk beliau.


Ayat-ayat turun dengan sekian banyak  cara. Ada yang langsung masuk kedalam hati beliau, kadang malaikat Jibril datang dengan menyamar sebagai tamu laki-laki dan yang dirasa sangat berat ialah ketika ayat turun dengan dimulai bunyi lonceng yang berdentang nyaring di telinga Rasulullah. Para kawan menuturkan saat ayat turun dalam suasana ini, wajah Rasulullah tampak berpeluh sekalipun ketika itu ialah musim dingin. Bahkan sering unta Rasulullah jatuh terduduk saking beratnya menanggung tubuh Rasulullah saat itu. Ini terjadi saat ayat turun di tengah perjalanan.


Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku ialah penulis wahyu yang diturunkan untuk Rasulullah. Aku lihat Rasulullah saat turunnya wahyu tersebut seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya mengalir turun seperti permata”.


Rasulullah mengumumkan dengan jelas mana ayat-ayat Al-Quran mana hadits Qudsi dan mana hadits nabawiyah. Rasulullah mengajak para sahabat supaya segera menghafal ayat-ayat Al-Quran itu begitu ayat-ayat itu turun. Para kawan yang dapat menulis lantas mencatatnya di sekian banyak  media yang memungkinkan, laksana daun-daunan, pelepah, bebatuan dsb.


Sebaliknya demi menghindari kekeliruan dan kerancuan, Rasulullah tidak mengizinkan para kawan menyebutkan hadits, yakni apa yang dikatakan, dilaksanakan maupun diamnya nabi. Namun beliau tidak tidak mengizinkan menghafalnya.  Hafalan tentang urusan itu kemudian di ucapkan secara turun temurun untuk anak cucu semua sahabat. Di lantas hari pengetahuan dan ilmu itu oleh diantaranya Bukhari dan Muslim, di kumpulkan dan disalin hingga menjadi Hadits Nabawiyah yang sampai untuk kita kini ini.


Rasulullah baru mulai berdakwah secara terbuka sesudah turun ayat yang memerintakan beliau guna itu. Ini terjadi sesudah Rasulullah berdakwah secara diam-diam sekitar 3 tahun lamanya dan pengikutnya ada selama 40 orang.


“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik “. (QS.Al-Hijr (15):94).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KEKALAHAN KAUM MUSLIMIN DI PERANG UHUD

Silsilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

SEJARAH PERANG TABUK