Silsilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam


Silsilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam



silsilah nabi muhammad shallallahu alaihi wasallam


"Allah senantiasa mengalihkan diriku dari tulang-tulang sulbi yang baik ke dalam rahim-rahim yang suci, bening dan terpelihara. Tiap tulang sulbi itu berbelah menjadi dua, aku sedang di dalam yang terbaik dari dua tulang sulbi tersebut “. ( Hadits Syarif).Shallallahu Alaihi Wasallam


Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bermunculan dari seorang ibu mempunyai nama Aminah binti Wahb. Hadist diatas ialah cerminan bahwa Aminah ialah seorang wanita yang suci dan terpelihara.  Ayah Aminah ialah seorang terkemuka dari bani Zuhrah.  Moyangnya ialah berasal dari bani ‘Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Sementara moyang ibu Aminah ialah  ‘Abdu ‘Manaf bin Qushaiy bin Kilab. Jadi nasab mereka bertemu di Kilab.


Sementara tersebut ayah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallamadalah Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin ‘Abdu ‘Manaf bin Qushaiy bin Kilab. Dari sini dapat anda ketahui bahwa nasab Rasulullah dari pihak ayah dan ibu pun bertemu di Kilab. Mereka ialah  tergolong ke dalam kabilah Quraisy yang dikenal di samping sebagai keluarga saudagar yang handal dan sukses pun dihormati sebagai penjaga Ka’bah yang baik dan bijaksana. Kilab sendiri ialah 15 generasi dibawah Adnan, keturunan Ismail as.


Untuk diketahui, menjadi penjaga Ka’bah termasuk mengawal sumber air zam-zam ialah adalahsuatu kehormatan. Itu sebabnya semenjak wafatnya nabi Ismail as selama 4000 tahun silam bentrokan  dalam rangka merebut hak untuk mengawal rumah yang disucikan tersebut tidak jarang kali terjadi. Diantara tugas urgen penjaga Ka’bah ialah bertanggung-jawab terhadap kelangsungan upacara haji laksana tawaf, sai, pembagian air zam-zam, pembagian makanan, keamanannya dll.


Tak seorangpun yang tak kenal Abdul Mutthalib. Ia ialah seorang kabilah Quraisy dari bani Hasyim sejati, penjaga Ka’bah yang amat dihormati. Abdul Mutthalib memiliki 10 orang anak lelaki.  Abdullah ialah yang termuda.


Berdasarkan keterangan dari kabar, tiga puluh tahun sebelum kelahiran Abdullah pria gagah ini pernah bernazar bahwa ia bakal berkurban dengan menyembelih di antara putranya bila ia mempunyai 10 anak lelaki. Pada waktu tersebut masyarakat Arab memiliki kepercayaan bahwa anak lelaki ialah lambang kehormatan. Sebaliknya anak perempuan ialah lambang kegagalan, kenistaan dan keterpurukan.


“Dan bilamana seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia paling marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, diakibatkan buruknya berita yang dikatakan kepadanya. Apakah dia bakal memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah bakal menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, betapa buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.(QS. An-Nahl(16):58-59).


Hingga saat tersebut nazar figur Quraisy ini memang belum diisi walaupun ia sudah memilki 10 anak lelaki. Namun orang yang mengenalnya dengan baik yakin bahwa suatu ketika nanti tentu Abdul Mutthalib akan mengemban nazar tersebut. Untuk masyarakat Arab lagipula bila yang bernazar itu ialah pemuka Mekah dan penjaga Ka’bah, nazar baik tersebut untuk kebajikan atau keburukan ialah suatu janji tertinggi terhadap Sang Khalik. Menurut kepercayaan mereka tidak mengisi nazar ialah dosa besar. Sementara untuk pemuka masyarakat tidak mengisi nazar sama dengan mencoret muka sendiri. Kehormatan ialah taruhannya.


Itu sebabnya sebuah hari Abdul Muttahlib mengoleksi ke 10 anaknya guna diundi siapa yang mesti disembelih. Abdul Mutthalib sebetulnya bukanlah pria kasar dan jahat. Ia melulu terikat dengan nazarnya sendiri yang di belakang hari ternyata amat membuatnya tertekan. Ia amat bercita-cita kalau saja undian tersebut tidak jatuh ke putra bungsunya, Abdullah yang paling disayanginya tersebut sudah merupakan tuah yang besar baginya.


Namun apa boleh bikin undian malah jatuh untuk Abdullah. Walaupun kecewa, Abdul Mutthalib tetap tampak tegar mengemban nazarnya. Tampak bahwa kecintaannya untuk  Sang Khalik dan harga dirinya lebih tinggi daripada hatinya yang hancur.


Di tengah keadaan tegang itulah tiba-tiba tersiar bisik-bisik bahwa masyarakat tidak setuju terhadap perbuatannya itu. Seorang pemuka Quraisy lainnya kesudahannya tampil dan mengingatkan bahwa tindakan Abdul Mutthalib tersebut dapat menjadi misal yang tidak baik. Bagaimanapun mereka tidak setuju, menyembelih  anak sendiri lagipula anak lelaki ialah suatu tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Mereka menganjurkan supaya Abdul Muthalib segera pergi menggali seorang berpengalaman nujum guna menanyakan apa yang usahakan ia perbuat.


Beruntunglah, ternyata sang berpengalaman nujum yang diandalkan  masyarakat tersebut menganjurkan supaya Abdul Mutthalib menebus anak pria kesayangannya tersebut dengan menyembelih 100 ekor unta. Dengan demikian maka Abdul Mutthalibpun bebas dari nazarnya.


Pernikahan dan kehidupan Abdullah bin  Abdul Mutthalib dengan Aminah binti Wahb.


Abdul Muthalib sudah bebas dari nazarnya. Sekarang ia bisa hidup dan beranggapan lebih tenang. Abdullah, putra bungsunya telah lumayan dewasa. Sudah waktunya ia menikah dan berkeluarga. Sebagai ayah yang baik ia tahu betul siapa jodoh yang sangat tepat untuk putranya itu.


Sejak kecil Abdullah sudah mengenal Aminah binti Juhra dengan paling baik. Keluarga Aminah ialah keluarga yang mempunyai reputasi baik di mata masyarakat Mekkah. Kedua keluarga sudah menjalin hubungan semenjak lama. Sebagai ayah yang sarat perhatian, walaupun ia sibuk dengan sekian banyak  urusan kota Mekkah yang dipimpinnya, ia menyadari bahwa putranya tersebut mempunyai perasaan eksklusif terhadap Aminah. Karena kelaziman dan adat Arab, dua-duanya memang semenjak lama tidak pernah bertemu lagi. Sesuai adat yang berlaku turun temurun, begitu Aminah memasuki usia remaja, ia bukan lagi dapat terbit rumah secara bebas. Ia dipingit sampai seorang pria melamarnya.


Itu sebabnya masyarakat tidak terkejut saat suatu saat Abdul Mutthalib datang mendatangi keluarga Aminah guna melamarnya. Gayungpun bersambut. Dengan suka cita, atas persetujuan sang gadis, family Aminahpun menerima lamaran tersebut. Maka tanpa menantikan lebih lama lagi menikahlah keduanya.  Tentu saja masyarakat kota Mekkah ikut berbahagia mendengar pernikahan dua anggota kabilah Quraisy dari bani Hasyim dan bani Zuhrah yang mereka hormati tersebut.


Sayangnya bulan madu yang dilewati pasangan muda itu amatlah singkat. Tak lebih dari sepuluh hari lantas tugas sudah menanti. Abdullah mesti segera pulang bergabung dengan kafilah dagang keluarganya. Mereka akan menyelenggarakan perjalanan jauh  yang sudah lama dijalani family besar Quraisy, yakni ke Syam. Orang-orang Quraisy memang terbiasa pergi berniaga ke unsur utara (Syam) pada musim panas dan ke unsur selatan (Yaman) pada musim dingin.


“Karena kelaziman orang-orang Quraisy (yaitu) kelaziman mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik lokasi tinggal ini (Ka`bah). Yang sudah memberi makanan untuk mereka guna menghilangkan lapar dan menyelamatkan mereka dari ketakutan”.(QS.Quraisy(106):1-4).


Namun masa-masa yang amat singkat itu bukannya berarti tidak mempunyai makna penting. Karena sejumlah hari sesudah pernikahan Aminah sempat bercerita untuk suaminya tersayang bahwa ia memiliki mimpi melihat sinar cerah benderang menyemprot di sekeliling dirinya. Sinar tersebut begitu terang sampai seakan ia dapat melihat istana Buchara di Syam. Kemudian ia mendengar suara : “Engkau sudah hamil dan akan mencetuskan orang termulia di kalangan umat ini”.


Tampaknya mimpi berikut yang menjadi penyemangat hidup Aminah sekitar kepergian Abdullah. Ia benar-benar menyadari bahwa perjalanan dagang yang dijalani suaminya akan memakan masa-masa berminggu-minggu bahkan barangkali bulanan. Ya Aminah mesti sabar. Hingga sebuah hari di bulan kedua ia mendengar kabar kedatangan regu dagang suaminya. Sungguh senang hati Aminah. Ia segera mempersiapkan diri menyambut kepulangan suami tercinta.


Namun kegembiraan tersebut segera sirna sebab ternyata Abdullah tidak berada salah satu rombongan tersebut. Abdul Mutthaliblah yang langsung datang memberitakan bahwa Abdullah tiba-tiba menderita demam tinggi saat dalam perjalanan pulang. Akhirnya ia darurat ditinggalkan di Yatsrib (Madinah).


“Tidak usah terlalu cemas anakku. Suamimu bakal segera pulang begitu ia pulih. Aku sudah meminta Al-Harits, saudaranya, supaya menjaganya sekitar ia sakit. Bersabarlah Aminah, berdoalah supaya ia segera sehat ”, begitu hibur Abdul Mutthalib untuk menantunya.


Tetapi rupanya Allah berkehendak lain. Setelah menanti dua bulan lamanya kesudahannya Al-Harits kembali ke Mekkah sendirian dengan membawa kabar duka bahwa adik bungsunya yang baru sejumlah bulan kemudian lolos dari nazar ayahnya yang mencekam itu, sudah meninggal dunia.


Betapa berdukanya Aminah. Dalam usianya yang masih demikian muda ia mesti kehilangan suami yang sudah memberinya kebahagiaan walau melulu sejenak. Dan dalam suasana hamil pula.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KEKALAHAN KAUM MUSLIMIN DI PERANG UHUD

SEJARAH PERANG TABUK