SEJARAH FATHU MAKKAH / PENAKLUKKAN KOTA MAKKAH ( 1 )


SEJARAH FATHU MAKKAH / PENAKLUKKAN KOTA MAKKAH ( 1 )




Dalam perjanjian Hudaibiyah dilafalkan bahwa masing-masing kabilah dan bani Arab mempunyai hak guna memilih untuk siapa mereka berpihak, untuk Rasulullah atau untuk bani Quraisy. Maka bani Khuza’ahpun memilih guna berdiri di pihak Rasulullah. Sementara bani Bakar memilih bani Quraisy sebagai pihak yang didukungnya.


sejarah fathu makkah/penaklukkan kota makkahSuatu hari di tahun 8H (630 M), orang-orang bani Bakar yang memang memusuhi bani Khuza’ah meminta pertolongan Quraisy guna memerangi musuhnya itu. Tanpa beranggapan panjang Quraisypun mengirim bantuannya. Dengan teknik menyamar mereka berkomplot memblokade perkampungan bani Khuza’ah yang saat tersebut sedang istirahat nyenyak. Orang-orang bani Khuza’ah sama sekali tidak mengira bahwa malam itu mereka bakal diserang pada malam hari. Pada peristiwa nahas tersebut, 20 orang Khuza’ah terbunuh.

Keesokan harinya, segera Amr bin Salim al-Khuza’ah bareng 40 orang dari bani Khuza’ah, dengan mengendarari kudanya pergi mendatangi Rasulullah memohon bantuan.


“Aku tidak akan dibantu jika aku tidak menolong sebagaimana aku membantu diriku sendiri”, begitu tanggapan Rasulullah begitu menerima pengaduan tersebut.


”Jika mereka merusak sumpah (janji) nya setelah mereka berjanji, dan mereka mencaci agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, sebab sesungguhnya mereka itu ialah orang-orang yang tidak bisa dipegang janjinya, supaya supaya mereka berhenti”.(QS.At-Taubah(9):12).


Pihak Quraisy sendiri menyesali perbuatan sembrono tersebut. Segera mereka mengutus Abu Sufyan supaya menemui Rasulullah untuk meminta perpanjangan dan perbaruan genjatan senjata.  Namun Rasulullah tidak menanggapi permintaan tersebut. Maka Abu Sufyanpun mendatangi Abu Bakar. Abu Bakarpun menolak, «Aku tidak dapat melakukannya». Demikian pula Umar bin Khattab yang lantas ditemuinya sesudah mendengar jawaban Abu Bakar.


“Apa? Aku mesti membantumu menghadapi Rasulullah? Demi Allah, seandainya aku tahu engkau melakukan kesalahan meski sebutir pasir, tentu anda kuperangi».


Akhirnya Abu Sufyan terpaksa kembali tanpa membawa hasil.


Sementara tersebut diam-diam Rasulullah menyiapkan penyerangan. Beliau berdoa :«  Ya Allah, tutuplah mata orang-orang Quraisy supaya mereka tidak melihatku kecuali secara tiba-tiba”. (HR. Ibnu Ishaq dan Ibnu Saa’d).


Rasulullah mengutus satuan pasukan sejumlah 80 orang mengarah ke perkampungan antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah. Hal ini dilaksanakan untuk mengecoh Quraisy supaya tidak memahami tujuan sebenarnya. Pada ketika itulah Rasulullah tiba-tiba menyuruh Ali bin Abi Thalib bareng dua kawan lain guna segera memburu seorang wanita yang berada di suatu kebun mempunyai nama Khakh. Ali mendapat tugas guna merampas surat yang dibawa wanita berkuda tersebut.


«Keluarkan surat yang anda bawa !», perintah Ali begitu ia sukses menemukan wanita yang dimaksud Rasul. Mulanya wanita tersebut membantah bahwa ia membawa surat. Akan tetapi sesudah Ali mengancamnya maka darurat ia menerbitkan surat yang disembunyikan di balik gulungan rambutnya itu.


Setelah tersebut segera Ali pulang ke hadapan Rasulullah dan memberikan surat tersebut. Ternyata surat itu ditulis oleh Hatib bin Abi Balta’ah, seorang shahabat Muhajirin. Ia menujukkan surat tersebut untuk seorang Quraisy, memberitakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sedang mengarah ke Makkah untuk mengerjakan serangan mendadak. Dialah, Allah, Dzat Yang Maha Melihat, yang lantas mewahyukan untuk Nabi-Nya mengenai apa yang dilaksanakan Hatib.


Rasulullahpun segera memanggil Hatib dan meminta keterangan tentang apa yang sudah dilakukannya itu. “Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi Allah, aku orang yang beriman untuk Allah dan Rasul–Nya. Aku tidak murtad dan tidak mengolah agamaku. Dulu aku ialah anak angkat di tengah Quraisy. Aku bukanlah apa-apa untuk mereka. Di sana aku mempunyai istri dan anak. Sementara tidak terdapat kerabatku yang dapat melindungi mereka. Sementara orang-orang yang bersama kamu mempunyai kerabat yang dapat melindungi mereka. Oleh sebab itu, aku hendak ada orang yang dapat melindungi kerabatku di sana”, begitu keterangan Hatib.


Mendengar itu, sontak Umar bin Ibn-Khattab berbicara :  “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, sebab dia sudah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik.”

Namun dengan bijak, Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar … “.


Akan namun tak lama lantas turun ayat yang isinya teguran untuk orang  yang suka membocorkan rahasia Rasulullah, laksana apa yang diperbuat Hatib.


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah anda mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang anda sampaikan untuk mereka (berita-berita Muhammad), sebab rasa kasih sayang; sebenarnya sesungguhnya mereka sudah ingkar untuk kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengenyahkan Rasul dan (mengusir) anda karena anda beriman untuk Allah, Tuhanmu. Jika anda benar-benar terbit untuk berjihad pada jalan-Ku dan menggali keridhaan-Ku (janganlah kamu melakukan demikian). Kamu mengumumkan secara rahasia (berita-berita Muhammad) untuk mereka, sebab rasa kasih sayang. Aku lebih memahami apa yang anda sembunyikan dan apa yang anda nyatakan. Dan barangsiapa salah satu kamu yang melakukannya, maka bahwasannya dia sudah tersesat dari jalan yang lurus”.(QS.Al-Mumtahanah(60) :1).


Selanjutnya, pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke 8 H, dengan membawa 10 ribu Muslimin, Rasulullah meninggalkan Madinah mengarah ke Mekkah. Di beda pihak, walau orang-orang Quraisy belum memahami rencana Rasulullah, dengan gagalnya tujuan Abu Sufyan, mereka sudah memperkirakan penyerangan tersebut. Bagi meyakinkan urusan itu, maka mereka mengutus Abu Sufyan, Hakim bin Hizzam dan Badil bin Warqa untuk menginvestigasi apa yang dilaksanakan kaum Muslimin.


Hingga di sebuah tempat di dekat Zhahran, mereka menyaksikan obor api yang paling besar. Sebelum mereka menyadari bahwa itu ialah rombongan kaum Muslimin dibawah pimpinan Rasulullah, semua pengawal telah menciduk ketiganya. Maka keesokan harinya, ketiga orang Quraisy tersebutpun mendekap Islam.


Ibnu Ishaq berkata,: Diriwayatkan dari Abbas mengenai rincian Islamnya Abu Sufyan, “Keesokan harinya, aku bawa Abu Sufyan menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Setelah melihatnya, Rasulullah berkata, “Celaka engkau, wahai Abu Sufyan. Tidakkah mendarat saatnya bagi kamu untuk memahami sesungguhnya tidak terdapat Ilah kecuali Allah ?” Abu Sufyan menyahut, “ Alangkah penyantunnya engkau, betapa mulianya anda dan betapa baiknya engkau! Demi Allah, aku sudah yakin sekiranya ada Ilah di samping Allah niscaya dia sudah membelaku “. Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bertanya lagi, “  Tidakkah mendarat saatnya bagi kamu untuk memahami bahwa aku ialah Rasul Allah?” Abu Sufyan menyahut, “Sungguh anda sangat penyantun, dermawan dan suka menyambung tali keluarga. Demi Allah, tentang hal yang satu ini sampai kini di dalam diriku masih terdapat sesuatu yang mengganjal”. Abbas menukas,:  “Celaka ! Masuk Islamlah dan bersaksilah tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad ialah Rasul Allah sebelum aku penggal lehermu”. Abu Sufyan lantas mengucapkan syahadat dengan benar dan masuk Islam”.


Hadist diatas menggambarkan bahwa Abu Sufyan, dedengkot musuh Islam  itu, bahwasannya mengakui bahwa tiada Tuhan di samping Allah. Ia pun mengakui bahwa Muhammad, ponakannya itu, ialah orang yang patut menjadi panutan sebab beliau ialah seorang yang baik hatinya, penyantun, dermawan dan suka menyambung tali silaturahmi. Namun demikian ia masih belum bisa mengakuinya sebagai utusan sebab menurutnya terdapat sesuatu yang masih mengganjal walau ia sendiri tidak tahu apa ganjalan tersebut. Yang bisa jadi besar ialah hilangnya kedudukannya sebagai pemuka dan penguasa Mekah bila ia meninggalkan keyakinan leluhurnya melulu karena  mendekap Islam.


Itu sebabnya, Abbas yang adalahsahabat karib Abu Sufyan, mendesaknya supaya segera berikrar. Karena ia tahu bahwa ganjalan itu bukanlah urusan utama. Islam memang mengajarkan bahwa untuk mendekap Islam ( tunduk ) seseorang tidak mesti sudah mempunyai keimanan yang tinggi. Karena keimanan tersebut akan tumbuh dan berproses seiring dengan berjalannya masa-masa dan pengetahuan, atas izin-Nya.


“Orang-orang Arab Badwi tersebut berkata: “Kami sudah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, namun katakanlah: “Kami sudah tunduk”, sebab iman tersebut belum masuk ke dalam hatimu dan andai kamu ta`at untuk Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan meminimalisir sedikitpun (pahala) amalanmu; bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Hujurat(49):14).


Itu pula sebabnya, pada ketika peperangan, seorang Mukmin jangan memandang Islamnya seseorang yang awalnya kafir di tengah pertempuran melulu sekedar rasa fobia atau hendak mendapatkan rampasan perang walau dari luar tampaknya memang demikian.


“Hai orang-orang yang beriman, bilamana kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah anda mengatakan untuk orang yang menyampaikan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mu’min” (lalu anda membunuhnya), dengan maksud menggali harta benda kehidupan di dunia, sebab di sisi Allah terdapat harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan anda dahulu, kemudian Allah mengaruniakan ni`mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang anda kerjakan”. (QS. An-Nisa(4):94).


Abu Sufyan, sebagai orang Quraisy yang tadinya sangat membenci dan memusuhi Islam serta mendekap Islam sebab ancaman Abbas memperlihatkan hal tersebut. Setelah penaklukkan Mekah, ia ikut berperang sejumlah kali. Pada peristiwa pengepungan Tha’if ia kehilangan di antara matanya.


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam lantas bertanya, : “Yang manakah yang anda lebih inginkan, suatu mata di surga atau aku berdoa untuk Allah supaya matamu dibalikkan sekarang?” . Ternyata Abu Sufyan lebih memilih suatu mata di surga. Kemudian pada perang berikutnya, yakni perang Yarmuk yang terjadi 6 tahun sesudah penaklukkan Mekah, ia bahkan kehilangan matanya yang keduanya. Selama 14 tahun sesudah peristiwa itu, Abu Sufyan tetap dalam keislamannya sampai akhir hayatnya.


Kembali ke peristiwa masuk Islamnya Abu Sufyan. Tak lama sesudah Abu Sufyan bersyahadat,  Abbas yang ialah juga di antara paman Rasul itu, berkata: “Ya Rasul, Abu Sofyan ialah orang yang senang dengan kebanggaan. Karena tersebut berikan sesuatu kepadanya.”


“Ya. Aku telah memikirkan urusan itu. Bagi itu, siapa saja yang menginjak rumah Abu Sufyan, maka ia aman, siapa saja yang memblokir pintu rumahnya, maka ia aman. Dan siapa saja yang menginjak Masjid al-Haram, maka ia aman."

Komentar

  1. Casino Review: Get £200 in free bet welcome bonus - Dr
    Welcome Bonus 밀양 출장마사지 100%, Up to 대전광역 출장마사지 £200 in 동해 출장마사지 casino bonus 경산 출장샵 + 100 free spins. Read our Casino Review and claim your bonus 경상남도 출장샵 today.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KEKALAHAN KAUM MUSLIMIN DI PERANG UHUD

Silsilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

SEJARAH PERANG TABUK